Status Hukum Anak Diluar Nikah Dalam Perspektif Fikih Islam Dan Hukum Positif Indonesia
Keywords:
status hukum, anak di luar nikah, fikih, hukum positif.Abstract
Perkawinan merupakan dasar terwujudnya pertalian darah (keturunan) dan secara hukum hal ini melahirkan hak dan kewajiban di antara mereka yang termasuk dalam lingkungan keturunan itu. Suatu perkawinan yang sah akan melahirkan keturunan-keturunan anak yang sah pula. Dengan demikian, maka sah atau tidaknya status seorang anak dan juga hubungan hukum seorang anak dengan orang tuanya sangat tergantung dari keabsahan perkawinan orang tuanya. Menurut Hukum Islam, anak luar kawin hanya mempunyai hubungan nasab hanya dengan ibu yang melahirkannya dan keluarga ibunya sehingga tidak berhak atas hak waris, hak nafkah dengan ayah biologisnya dan ayah biologisnya tidak mempunyai hak untuk menjadi wali nikah. Semua madzhab yang empat (Madzhab Hanafi, Malikiy, Syafi’I dan Hambali) telah sepakat bahwa anak hasil zina itu tidak memiliki nasab dari pihak laki-laki, dalam arti dia itu tidak memiliki bapak, meskipun si laki-laki yang menzinahinya dan yang menaburkan benih itu mengaku bahwa dia itu anaknya. Pengakuan ini tidak dianggap. Kompilasi Hukum Islam tidak mengenal istilah “anak zina” tetapi mengenal istilah “anak yang lahir diluar perkawinan” yang statusnya sama dengan anak hasil hubungan suami isteri antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat tali perkawinan yang sah, yang meliputi anak yang lahir dari wanita yang tidak mempunyai ikatan perkawinan yang sah dengan pria yang menghamilinya, atau anak syubhat kecuali diakui oleh bapak syubhatnya. Kedudukan anak luar kawin menurut KUHPerdata anak luar kawin hanya mempunyai hubungan hukum dengan orang tua yang mengakuinya saja. Dengan demikian, anak luar kawin tidak mempunyai hubungan perdata dengan orang tua yang tidak mengakui sehingga tidak berhak atas hak waris, hak nafkah dan perwalian.