Argumen Kaum Feminis Terhadap Penolakan Poligami di Indonesia
Keywords:
Argumen, Kaum Feminis, Penolakan Poligami di IndonesiaAbstract
Syarat-syarat diperbolehkan poligami dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974 seolah-olah mengamini, bahwa tujuan perkawinan yang utama adalah persoalan “biologis”. Lihat saja dalam klausul-klausul yang membolehkan suami untuk menikah lagi, yaitu apabila istri tidak mampu menjalankan kewajiban sebagai seorang isteri, cacat, dan tidak mampu memberikan keturunan anak. dalam pasal 33 yang menyebutkan, bahwa kewajiban mencintai, menghormati hanya ditujukan pada istri. Belum lagi Pengadilan yang sering mempertanyakan istri, apakah alasan penolakan mereka terhadap poligami suami layak atau tidak. Jika tidak memenuhi kewajibannya sebagai istri (mengurus rumah tangga, punya anak, nusyuz) perempuan ditempatkan sebagai pihak yang salah dan dengan demikian memberi alasan bagi suami untuk poligami.
Indonesia sebagai negara hukum, telah mengatur perbuatan hukum tersebut dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 pasal 3, 4, 5 serta KHI pasal 56, 57, 58. Melihat adanya relasi hukum yang kuat antara perbuatan hukum dan Undang-Undang, penyusun menemukan kesenjangan sosial terhadap laki-laki dan perempuan dalam mendapatkan perlindungan hukum. Menanggapi hal itu, kacamata feminisme Islam akan berperan aktif dalam menyikapi ketimpangan gender tersebut. Semula pandangan feminisme ini kerap dirasakan bersebrangan dengan hukum yang telah ada. Melalui pandangan feminis Islam Indonesia, aturan dalam hukum yang ada sekarang akan terlihat lebih adil dan setara. Konteks yang mereka gunakan dalam melihat persoalan poligami pun tentunya sejalan dengan pola kehidupan masyarakat Indonesia