BERISTRI LEBIH DARI SATU (POLIGAMI) DALAM AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Qs. an-Nisa’ ayat 3)
Abstract
Menurut kebiasaan yang berlaku di zaman Arab Jahiliyah dahulu, para wali anak yatim mencampurkan hartanya dengan harta anak yatim yang dipeliharanya. Kalau anak yatim tersebut kebetulan perempuan dan cantik rupanya, wali mau menikahinya tapi tanpa mas kawin. Kalau anak yatim tersebut tidak cantik tetapi kaya, walinya tidak mau menikahkannya dengan orang lain, agar harta anak yatim tersebut tidak jatuh kepada orang lain yang akan menjadi suaminya
Permasalahan yang timbul adalah bagaimana pemikiran mufassir dalam memahami Qs. An-Nisa’ ayat 3 yang berhubungan dengan beristeri lebih dari satu orang ?. Penulisan ini menggunakan metode Penelitian library research dengan kajian tafsir dengan metode komparatif Dalam penelitian ini, pemikiran ulama klasik dikomparasikan dengan pemikiran ulama modern sehingga dapat diketahui persamaan maupun perbedaan keduanya dan dapat ditarik suatu kesimpulan yang konkrit tentang persoalan yang diteliti.
Dari hasil penelitian ini Kandungan Q.s An-Nisa’ : 3 yang sering dijadikan dasar poligami ini sebenarnya adalah larangan berlaku tidak adil terhadap harta anak yatim. Sedangkan adanya kebolehan berpoligami bagi seorang laki-laki sampai batas terbanyak empat orang isteri yang tersurat dalam ayat tersebut, hanyalah akibat sampingan yang ditimbulkan oleh kemurkaan Allah terhadap perlakuan tidak adil terhadap harta anak yatim atau terhadap anak dapat diketahui persamaan maupun perbedaan keduanya dan dapat ditarik suatu kesimpulan yang konkrit tentang persoalan yang diteliti.
Dari hasil penelitian ini Kandungan Q.s An-Nisa’ : 3 yang sering dijadikan dasar poligami ini sebenarnya adalah larangan berlaku tidak adil terhadap harta anak yatim. Sedangkan adanya kebolehan berpoligami bagi seorang laki-laki sampai batas terbanyak empat orang isteri yang tersurat dalam ayat tersebut, hanyalah akibat sampingan yang ditimbulkan oleh kemurkaan Allah terhadap perlakuan tidak adil terhadap harta anak yatim atau terhadap anak yatim itu sendiri.
Poligami yang didorong oleh hawa nafsu seksual, tidak terdapat dalam ayat al-Qur’an. Sedang poligami yang dilakukan oleh Nabi, selain memang karena adanya keizinan atau kehalalan dari Allah sebagaimana termaktub dalam ayat 50 surah al-Ahzab juga semata-mata dilakukakan beliau demi menaikkan derajat perempuan yang dinikahinya tersebut atau untuk mengadakan ikatan kesemendaan antara Nabi dengan sehabat-sehabatnya yang merupakan pembantu