Pembebanan Hutang Bersama Dalam Putusan Pengadilan Agama Tilamuta (Studi Atas Dasar Hukum Kewenangan Peradilan Agama Dalam Memutuskan Perkara Nomor. 53/Pdt.G/2012/PA.Tlmt.)
Abstract
Harta bersama pada dasarnya berbicara tentang masalah uang, kekayaan atau harta benda yang merupakan gabungan dari modal tambah hutang, harta bersama menjadi salah satu hal yang sangat sensitif dan banyak menjadi problem di masyarakat. Menurut Undang- undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 35 disebutkan bahwa terdapat dua jenis harta benda dalam perkawinan yaitu harta bersama dan harta bawaan. Sehingga jika terjadi sengketa harta bersama maka dapat diperhitungkan pula hutang yang terjadi didalamnya. Namun, pada prinsipnya tidak semua hutang dapat dibagi untuk menjadi tanggung jawab pihak terkait didalamnya, seperti halnya dalam putusan perkara Nomor 53/Pdt.G/2012/PA.Tlmt. yang dalam putusannya membebankan pertanggungan hutang kepada kedua belah pihak. Hal inilah yang menjadi dasar pertimbangan untuk melakukan penelitian terhadap putusan tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yang difokuskan pada teks putusan Pengadilan Agama Tilamuta pada perkara Nomor 53/Pdt.G/2012/PA.Tlmt. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris, dengan menggunakan dua sumber data (primer dan sekunder), kemudian dalam mengumpulkan data melalui 2 tekhnik yaitu; studi pustaka dan dokumentasi, kemudian untuk metode pengolahan dan analisis data dilakukan setelah data semua terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analitik, setelah data didapatkan kemudian dilakukan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan sebagai tahapan akhir dari penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap putusan perkara harta bersama pada perkara Nomor 53/Pdt.G/2012/PA.Tlmt. terdapat 4 pertimbangan hakim yaitu; 1) Pertimbangan yuridis tentang beban hutang bersama, 2) Pertimbangan berdasarkan fakta persidangan tentang status hutang bersama, 3) Pertimbangan secara historis adanya hutang bersama, dan 4) Pertimbangan berdasarkan kemampuan para pihak untuk melunasi hutang bersama. Adapun kewenangan pengadilan Agama Tilamuta untuk memutuskan perkara tersebut dapat dinyatakan tidak berwenang dengan pertimbangan bahwa; 1) Merupakan perkara wan prestasi, 2) Putusan sulit dieksekusi.
Fakta tersebut diatas menunjukkan bahwa pembagian harta bersama dan hutang bersama harus benar-benar diteliti keberadaannya apakah dapat dibagi atau tidak, agar tidak keliru dalam menafsirkan pembagiannya, sebab antara harta bersama dan hutang bersama sangat erat kaitannya, namun tidak semua jenis hutang bersama dapat dibagi untuk menjadi beban bersama.